Uji Kompetensi Guru (UKG) online belakangan ini menjadi trending topic di kalangan guru. Tiap hari hanya membahas UKG, terkadang sampai lupa ngurusi
kelas yang mau diajar. Ada yang mengeritik habis-habisan mutu soal UKG,
mengumpat tidak karuan atas kelemahan visualisasi soal yang banyak
cacatnya, ngomel atas gagalnya koneksi dengan server pusat, dan
ketidakpuasan yang lain.
Banyak guru-guru tidak terima dengan nilai akhir yang diperoleh setelah mengerjakan UKG. Standar
kelulusan UKG yang dipatok 70 menjadi sesuatu yang terlalu “mewah”
dicapai oleh peserta UKG. Rilis Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,
nilai rata-rata sementara peserta yang telah mengikuti UKG adalah 44,55.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru
Republik Indonesia (PB PGRI), Sulistiyo, mengaku tidak percaya dengan
akurasi hasil Uji Kompetensi Guru (UKG). Pasalnya, penyelenggaraan UKG
tidak diimbangi dengan persiapan dan pelaksanaan yang optimal.
Sementara itu, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) membantah soal-soal dalam Uji
Kompetensi Guru (UKG) bermutu rendah. Semua soal diklaim telah melewati
proses matang dari awal penyusunan sampai didistribusikan ke dalam
naskah soal (online/manual).
Terus siapa yang benar? Seorang teman
penulis, guru IPS, menilai soal-soal UKG yang telah dia kerjakan
bermutu bagus, meski dia hanya mendapat nilai 60. Tapi, mengapa banyak
guru yang lain, terutama lewat media sosial menuturkan kualitas soal UKG
payah.
Mengukur profesionalisme guru hanya dengan UKG online
memang kurang bijak. Tapi, instrumen ini oleh Kemendikbud dianggap cara
yang praktis untuk memetakan kompetensi guru. Dengan metode apa pun
untuk mengukur dan memetakan kompetensi guru pasti ada kelemahan.
Pilihan UKG online oleh Kemendikbud untuk mengukur dan
memetakan kompetensi guru mestinya dilakukan dengan persiapan cukup.
Sehingga, jika waktu sosialisasi sudah cukup memadai, instrumen sarana
dan prasarananya bagus, dan kualitas soal bermutu tinggi, tidak ada lagi
alasan guru untuk menolak hasil UKG online, apalagi sampai memboikot.
Akhirnya, kita berharap UKG online
ini ada bukan sekedar hanya menghabiskan anggaran pendidikan seperti
sinyalemen sebagian pemerhati pendidikan, tapi bermuara pada peningkatan
kualitas guru. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar