Bagaimanakah wujud keluarga Islami itu? Bayangan anda tentang suami
isteri yang bertingkah laku bagai malaikat serta rahmat Allah yang
senantiasa melimpahi kebutuhan hidup mereka tentu bukanlah gambaran yang
benar. Ajaran Islam sendiri merupakan ajaran yang dirancang bagi
manusia yang memiliki berbagai kelemahan dan kekurangan dan siap
diterapkan dalam berbagai keadaan yang menyertai hidup manusia.
Jadi, jika anda menemui goncangan-goncangan yang menyangkut diri anda
dalam masalah pribadi, hubungan dengan suami atau isteri dan anak-anak,
atau dalam berbagai kondisi yang menyertai keluarga, janganlah anda
panik dulu atau merasa dunia hampir kiamat. Sebab, justru dalam momen
seperti itulah anda dapat memperlihatkan komitmen sebagai seseorang
sebelum dibuktikannya melalui amal kehidupan.
Ada beberapa hal yang patut anda perhatikan dalam upaya menumbuhkan
keluarga bahagia menurut ajaran Islam atau dalam menghadapi berbagai
persoalan, diantaranya;
1. Fikrah yang jelas
Pemikiran Islami tentang tujuan-tujuan dakwah dan kehidupan keluarga
merupakan unsur pentng dalam perkawinan. Ini adalah syarat
utama.Keluarga islami bukanlah keluarga yang tenang tanpa gejolak. Bukan
pula keluarga yang berjalan di atas ketidakjelasan tujuan sehingga
melahirkan kebahagiaan semu. Kalaulah Umar bin Khattab menggebah para
pedagang di pasar yang tidak memahami fiqih (perdagangan), maka layak
dipandang sebagai sebuah kekeliruan besar seseorang yang menikah namun
tak memahami dengan jelas apa hakekat pernikahan dalam Islam dan
bagaimana kaitannya dengan kemajuan dakwah.
2. Penyatuan idealisme
Ketika ijab qobul dikumandangkan di depan wali, sebenarnya yang bersatu
bukanlah sekedar jasad dua makhluk yang berlainan jenis. Pada detik itu
sesungguhnya tengah terjadi pertemuan dua pemikiran, perjumpaan dua
tujuan hidup dan perkawinan dua pribadi dengan tingkat keimanan
masing-masing. Karena itu, penyatuan pemikiran dan idealisme akan
menyempurnakan pertemuan fisik kedua insan.
3. Mengenal karakter pribadi
Kepribadian manusia ditentukan oleh berbagai unsur lingkungan: nilai
yang diyakini dan pengaruh sosialisasi perilaku lingkungan terdekat
serta lingkungan internal (sifat bawaan) itu sendiri. Mengenal secara
jelas karakter pasangan hidup adalah bekal utama dalam upaya
penyesuaian, penyeimbangan dan bahkan perbaikan. Satu catatan penting
mengenai hal ini ialah anda harus menyediakan kesabaran selama proses
pengenalan itu berlangsung, sebab hal itu membutuhkan waktu yang tidak
sebentar.
4. Pemeliharaan kasih sayang
Sikap rahmah (kasih sayang) kepada pasangan hidup dan anak-anak
merupakan tulang punggung kelangsungan keharmonisan keluarga. Rasulullah
SAW menyapa Aisyah dengan panggilan yang memanjakan, dengan gelar yang
menyenangkan hati. Bahkan beliau membolehkan seseorang berdiplomasi
kepada pasangan hidupnya dalam rangka membangun kasih sayang. Suami atau
isteri harus mampu menampilkan sosok diri dan pribadi yang dapat
menumbuhkan rasa tenteram, senang kerinduan. Ingat, di atas rasa kasih
sayanglah pasangan hidup dapat membagi beban, meredam kemelut dan
mengurangi rasa lapar.
5. Kontinuitas tarbiyah
Tarbiyah (pendidikan) merupakan kebutuhan asasi setiap manusia. Para
suami yang telah aktif dalam medan dakwah biasanya akan mudah
mendapatkan hal ini. Namun, isteri juga memiliki hak yang sama.
Penyelenggaraannya merupakan tanggung jawab suami khususnya, kaum lelaki
muslim umumnya. Itulah sebabnya Rasulullah SAW meluluskan permintaan
ta’lim (pengajaran) para wanita muslimah yang datang kepada beliau.
Beliau memberikan kesempatan khusus bagi pembinaan wanita dan kaum ibu
(ummahaat). Perbedaan perlakuan tarbiyah antara suami dan isteri akan
membuat timpang pasangan itu dan akibatnya tentu kegoncangan rumah
tangga.
6 Penataan ekonomi
Turunnya Surat al Ahzab yang berkaitan dengan ultimatum Allah SWT kepada
para isteri Nabi SAW, erat kaitannya dengan persoalan ekonomi. Islam
dengan tegas telah melimpahkan tanggung jawab nafkah kepada suami, tanpa
melarang isteri membantu beban ekonomi suami jika kesempatan dan
peluang memang ada, dan tentu selama masih berada dalam batas-batas
syari’ah. Ditengah-tengah tanggung jawab dakwahnya, suami harus bekerja
keras agar dapat memberikan pelayanan fisik kepada keluarga. Sedangkan
qanaah (bersyukur atas seberapa pun hasil yang diperoleh) adalah sikap
yang patut ditampilkan isteri. Persoalan-persoalan teknis yang
menyangkut pengelolaan ekonomi keluarga dapat dimusyawarahkan dan dibuat
kesepakatan antara suami dan isteri. Kebahagiaan dan ketenangan akan
lahir jika di atas kesepakatan tersebut dibangun sikap amanah (benar dan
jujur).
7. Sikap kekeluargaan
Pernikahan antara dua anak manusia sebenarnya diiringi dengan pernikahan
”antara dua keluarga besar”, dari pihak isteri dan juga suami.
Selayaknyalah, dalam batas-batas yang diizinkan syari’at, sebuah
pernikahan tidak menghancurkan struktur serta suasana keluarga.
Pernikahan janganlah membuat suami atau isteri kehilangan perhatian pada
keluarganya (ayah, ibu, adik, kakak dan seterusnya). Menurunnya
frekuensi interaksi fisik (dan ini wajar) tidak boleh berarti menurun
pula perhatian dan kasih sayang. Sebaliknya, perlu ditegaskan juga bahwa
pernikahan adalah sebuah lembaga legal (syar’i) yang harus dihormat
keberadaannya. Sebuah kesalahan serius terjadi tatkala seorang isteri
atau suami menghabiskan perhatiannya hanya untuk keluarganya
msing-masing sehingga tanggung jawabnya sebagai pasangan keluarga di
rumahnya sendiri terbengkalai.
8. Pembagian beban
Meski ajaran Islam membeberkan dengan jelas fungsi dan tugas elemen
keluarga (suami, isteri, anak, pembantu) namun dalam pelaksanaannya
tidaklah kaku. Jika Rasulullah SAW menyatakan bahwa seorang isteri
adalah pemimpin bagi rumah dan anak-anak, bukan berarti seorang suami
tidak perlu terlibat dalam pengurusan rumah dan anak-anak. Ajaran Islam
tentang keluarga adalah sebuah pedoman umum baku yang merupakan titik
pangkal segala pemikiran tentang keluarga. Dalam tindakan sehari-hari,
nilai-nilai lain, misalnya tentang itsar (memperhatikan dan mengutamakan
kepentingan orang lain), ta’awun (tolong menolong), rahim (kasih
sayang) dan lainnya juga harus berperan. Itu dapat dijumpai dalam
riwayat yang sahih betapa Nabi SAW bercengkrama dengan anak dan cucu,
menyapu rumah, menjahit baju yang koyak dan lain-lain.
9. Penyegaran
Manusia bukanlah robot-robot logam yang mati. Manusia mempunyai hati dan
otak yang dapat mengalami kelelahan dan kejenuhan. Nabi SAW mengeritik
seseorang yang menamatkan Al Quran kurang dari tiga hari, yang
menghabiskan waktu malamnya hanya dengan shalat, dan yang berpuasa
setiap hari. Dalam ta’lim beliau SAW juga memberikan selang waktu (dalam
beberapa riwayat per pekan), tidak setiap saat atau setiap hari.
Variasi aktivitas dibutuhkan manusia agar jiwanya tetap segar. Dengan
demikian, keluarga yang bahagia tdak akan tumbuh dari kemonotonan
aktivitas keluarga. Di samping tarbiyah, keluarga membutuhkan rekreasi
(perjalanan, diskusi-diskusi ringan, kemah, dll).
10. Menata diri
Allah SWT mengisyaratkan hubungan yang erat antara ketaqwaan dan yusran
(kemudahan), makhrojan (jalan keluar). Faktor kefasikan atau rendahnya
iman identik dengan kesukaran, kemelut dan jalan buntu. Patutlah
pasangan muslim senantiasa menata dirinya masing-masing agar jalan
panjang kehidupan rumah tangganya dapat diarungi tanpa hambatan dan
rintangan yang menghancurkan.
11. Mengharapkan rahmat Allah
Ketenangan dan kasih sayang dalam keluarga merupakan rahmat Allah yang
diberikan kepada hamba-hambaNya yang Salih. Rintangan-rintangan menuju
keadaan itu datang tidak saja dari faktor internal manusia, namun juga
dapat muncul dari faktor eksternal termasuk gangguan syaitan dan jin.
Karena itu, hubungan vertikal dengan al Khaliq harus dijaga sebaik
mungkin melalui ibadah dan doa. Nabi SAW banyak mengajarkan doa-doa yang
berkaitan dengan masalah keluarga.